Puisi - Melati Tak Butuh Duri

Puisi - Melati Tak Butuh Duri

Melati Bermekaran Walau Tanpa Duri

Melati Mekar Tanpa Duri


Tak ubahnya seperti rembulan yang mengintip di celah-celah awan
Tak berbeda jua dari sekedar kilau senja yang riaknya menari di permukaan lautan
Bahkan sama persis dengan senyum malu dengan pipi kemerahan
Dengan cerita yang sama pada pucuk-pucuk ilalang di padang sabana

Begitulah seri dari warna hati yang menanti apa yang telah pergi
Di balik pena yang menuliskan tentang milyaran rerumputan
Dimana lembah pegunungan berharap akan datangnya musim semi
Dan bercerita bahwa dulu sekali ada wajah yang masih tersimpan dalam bait-bait doa

Mungkin.. adakalanya awan-awan yang berlari tak lagi mengenali pelangi
Bahkan disaat yang sama telah mekar rerimbunan bunga yang bersembunyi di balik ranting-ranting basah

Sebagai janji dari dedaunan yang gugur, bahwa yang pergi tak benar-benar pergi
Disaat yang dijanjikan maka akan kembali dan bersemi lagi

Kemudian engkaupun juga tak mengenaliku pada senja di ujung hari
Padahal aku yang selama ini kau cari-cari di setiap mimpi dan di setiap doa
Demi sebuah janji yang terlupakan dan tak boleh di tepati
Lantas mengubur semua lembar-lembar puisi tanpa nyanyian hujan tentang kepergian

Maka,.. Apakah aku pantas menyalakan api di puncak lembah ini?
Agar setiap keluhan akan faham bahwasannya seluruh angkasa dipenuhi bintang
Biar juga setiap mawar tahu, bahwa melati tetap bisa bermekaran walau tanpa duri
Atau jika perlu, biar seluruh dunia tahu bahwa aku mencintaimu

Hai untukmu yang selalu menjadi nada-nada indah di keheningan malam
Biarlah salju tak pernah jatuh disini, dan tak perlu gusar jika rindu tak tersampaikan oleh senyuman
Masih ada sumpah dari warna-warni kerikil di tanah ini
Sumpah tentang rerumputan yang akan tetap tumbuh bersemi, walau apa pun yang terjadi.

25 November 2014
Rumput Dan Kerikil