Pulau Nazino, Tragedi Kanibalisme Paling Memilukan

Pulau Nazino, Tragedi Kanibalisme Paling Memilukan

Pulau Nazino, Tragedi Kanibalisme Paling Memilukan

Halo emosi muda,.. Assalamualaikum. Dengan semua peradaban kita, kecerdasan, dan budaya modern kita, sangat mudah bagi kita manusia untuk dimaknai ke dalam arti bahwa kita lebih unggul dari spesies lainnya. Semua teknologi dan kecanggihan yang membedakan kita dari binatang, dan dengan semua hal tersebut mengangkat kita lebih tinggi di dunia ini, yang terkadang mudah bagi kita untuk melupakan bahwa terkadang kita sendiri bisa bersifat seperti hewan, atau mungkin lebih rendah dari itu.

Sejarah Pulau Kanibal

Dalam masyarakat beradab saat ini sangat mudah juga untuk melupakan fakta tentang di bawah semua pembelajaran kita dan kecerdasan diantara kita, ada hal yang masih berada pada bentuk diluar itu, tentang sifat kebinatangan untuk bertahan hidup dengan cara apapun, dan bentuk insting yang tidak berbeda dari hewan yang tinggal bersama dengan kita didunia ini.

Mungkin ada banyak hal atau malah mungkin butuh sedikit hal saja untuk melucuti kita dari aturan sosial dan topeng tenang peradaban, hanya untuk mengungkapkan sifat kebinatangan yang tersimpan dan bersembunyi di suatu tempat nun jauh di dalam kegelapan diri manusia.

Apa gunanya melanggar sisi kemanusiaan dan beralih ke sifat binatang? Untuk ribuan tahanan tanpa harapan di belantara dingin dari Rusia, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini mungkin akan menjadi terlalu jelas karena mereka berada pada tempat yang membentuk mereka untuk menjadi seperti itu, meluncur jauh dari apa yang kita pikirkan, serta membuat kita manusia berakhir pada tempat di mana satu-satunya jalan untuk kelangsungan hidup adalah dengan menjadi liar, menerkam dan membunuh. 

Ini adalah tempat tawanan yang dikenal sebagai Cannibal Island, dan mereka yang ada disana menyaksikan tragedi dari sisi kemanusiaan yang hancur, demi pertarungan dan pesta daging manusia untuk bertahan hidup dengan cara binatang!

Bermula dari Gulag Sovyet

Terjadi pada tahun 1933 di bekas negara Uni Soviet, pada masa rezim brutal Stalin dan di tengah rencana kejam Genrikh Yagoda, kepala NKVD, yang merupakan pasukan polisi rahasia Soviet saat itu. Rencana besarnya adalah dengan mengirimkan hingga 2.000.000 masyarakat "tak diinginkan" ketempat terpencil Siberia dan Kazakhstan yang disebut "pemukiman khusus," operasi ini dinamakan "Gulag". 

Anggapan pada awalnya adalah bahwa dalam kurun waktu dua tahun, pemukiman ini akan dipenuhi "koloni kerja" dan mereka akan mampu menjinakkan alam liarnya, mengelola tanah dan menghasilkan swasembada, memindahkan mereka keluar dari kota dengan harapan mereka akan mengisi wilayah paling terpencil dan tidak ramah tersebut.

Idenya adalah bahwa orang-orang ini bisa mendiami wilayah ini dan hidup mandiri, sehingga memurnikan dan membersihkan kota Soviet dari elemen buruk mereka yang pada dasarnya dianggap parasit dan sampah masyarakat.

Pulau Nazino, Tragedi Kanibalisme Paling Memilukan
Tahanan Gulag di kereta api

Mereka yang tak diinginkan ini akan dikirim ke sana, dimana sebagian besarnya adalah para tunawisma, pengemis, penjahat kecil, orang gipsi, orang cacat mental dan gila, kurang lebih siapa saja yang tidak cocok dengan cita-cita struktur berkelas Komunis, tetapi faktanya hanya karena tidak memiliki tanda pengenal saja maka itu sudah cukup untuk menjadi alasan yang tepat untuk seseorang dikirim kesana.

Pada April tahun 1933, 25.000 orang telah ditangkap dan dimasukkan ke dalam gerbong kereta sempit yang akan dikirim ke sudut-sudut jauh dari padang gurun dingin, dan mereka melewati sebuah kamp transit Tomsk di wilayah Siberia yang terpencil. Perjalanan ini saja sudah cukup mengerikan, dengan sangat sedikit makanan dan air yang menyebabkan munculnya geng yang mengalahkan atau untuk membunuh tahanan lain demi mencuri makanan dan barang-barang mereka.

Begitu mereka tiba di Tomsk hal-hal lain juga menjadi lebih buruk. Mereka telah tiba beberapa hari lebih cepat dari yang diharapkan, dan pihak berwenang Tomsk hanya memiliki sangat sedikit persediaan, yang berarti mereka kurang siap untuk menghadapi banjirnya para tahanan yang mengalir datang.

Tidak cukupnya makanan, air, dan obat-obatan, dan selanjutnya pihak berwenang Tomsk melihat para tahanan dari perkotaan banyak yang sakit, dan berbahaya. Tidak mengherankan, banyak tahanan tewas selama perjalanan ini, tapi mengingat apa yang akan terjadi selanjutnya mungkin mereka yang telah tewas tersebut masih lebih beruntung.

Kelaparan Merajalela

Dalam upaya untuk mengurangi tekanan dari sumber daya yang terbatas yang tersedia, dan untuk meringankan ketegangan kamp yang penuh sesak, sekitar 6.000 tahanan dipilih untuk dipindahkan ke kamp sementara yang lain, disamping menunggu keputusan lebih lanjut tentang apa yang harus dilakukan dengan mereka.

Empat kapal tongkang sungai yang biasanya digunakan untuk mengangkut kayu, secara tergesa-gesa diperbaharui dan diubah menjadi kendaraan tahanan terapung, tahanan yang kelaparan berdesakan didalam kapal sempit ini untuk dibawa ke titik terisolasi dari tanah yang dikelilingi oleh sungai, pulau kecil dengan sekitar 3 km panjang dan lebar 600 meter ini terletak 800 km jauhnya dinamakan pulau Nazino.

Kondisi kapal tongkang yang bahkan lebih buruk daripada kondisi kereta api, dengan tahanan terus berdesakan di bawah deck dan berkubang dalam kotoran bahkan hanya dialokasikan sedikit makanan, sekitar 200 gram roti membusuk setiap orang perhari untuk bertahan hidup. Tidak ada makanan lain di kapal tongkang tersebut, tidak ada peralatan memasak atau pakaian ekstra, dan air juga sangat sedikit. 

Bahkan para penjaga yang menyertai tahanan anggota baru tidak memiliki seragam dan dalam beberapa kasus bahkan mereka tidak memiliki sepatu. Pada saat tongkang mencapai Nazino Island, 27 orang dari para tahanan telah meninggal karena kondisi mengerikan dan sekitar sepertiga sisanya hampir tidak punya kekuatan lagi untuk berdiri.

Pulau Nazino, Tragedi Kanibalisme Paling Memilukan

Hal selanjutnya menjadi lebih buruk ketika para tahanan tahu bahwa rumah baru mereka adalah gurun dingin dengan pepohonan semak berduri yang kehilangan sumber-sumber makanan alaminya, dan lebih 300 tahanan tewas dalam badai salju pada malam pertama karena mereka tidur di tempat terbuka tanpa perlindungan.

Namun demikian, para tahanan tetap ditinggalkan di sana dan mereka berjuang sendiri tanpa persediaan, peralatan keselamatan, atau bahkan peralatan masak, dan hanya beberapa penjaga yang berjaga untuk mempertahankan ketertiban. Satu-satunya hal yang mereka ditinggalkan adalah sekitar 20 ton tepung berjamur yang dibuang ke pantai pulau dan kemudian akan didistribusikan secara merata, tetapi kekacauan segera terjadi ketika para tahanan kelaparan berkumpul dan berebut tepung, keadaan dengan cepat berubah menjadi perkelahian dan kerusuhan.

Penjaga yang panik akhirnya menembak ke kerumunan orang ini yang berebut untuk mendapatkan makanan, banyak dari mereka tewas atau terluka. Bagi mereka yang mampu mengamankan tepung untuk diri mereka sendiri, memiliki masalah baru.

Karena tidak ada oven atau peralatan yang dapat digunakan untuk bisa membuat roti, hanya ada sedikit air yang bisa didapat, dan bahkan tidak ada kontainer apapun untuk menyimpannya, kebanyakan orang terpaksa mencampur tepung yang kotor dengan air sungai yang kotor dan memakannya mentah-mentah, hal ini menyebabkan wabah disentri dan tifus merajalela.

Menyadari bahwa mereka sedang menghadapi azab di pulau ini jika mereka terus menetap, banyak dari para tahanan mencoba untuk mencari kebebasan dengan membuat kapal rakit darurat seadanya. Beberapa upaya pelarian ini ditembak oleh penjaga yang ditempatkan di pulau itu sementara yang lain tenggelam ketika rakit mereka hancur dan dihanyutkan oleh derasnya air sungai.

Mereka yang benar-benar berhasil lolos akan segera melihat neraka baru, karena satu-satunya hal yang dapat ditemukan di hilir adalah hamparan luas taiga yang beku di Siberia, dan tidak ada jalan menuju peradaban modern selama ratusan mil di sekitarnya.

Bahkan pemukiman terdekat yang berada ratusan mil adalah Tomsk, tempat dimana mereka pernah singgah. Segelintir orang yang berhasil lolos tidak lain hanya untuk mati menyedihkan di tanah tandus yang dingin Siberia.

Pulau Nazino, Tragedi Kanibalisme Paling Memilukan
Pulau Nazino

Kanibal Demi Bertahan Hidup

Dalam beberapa hari selanjutnya setelah tiba di Nazino Island, puluhan tahanan lainnya telah meninggal, sebagian besar mayat terbaring di tempat terbuka, dan tidak lama setelahnya, tahanan yang kelaparan mulai memakan daging mereka yang telah mati.

Ini menjadi pemandangan umum saat itu dimana banyak terlihat mayat yang dipotong-potong seolah-olah pasar daging, dilucuti dari bagian terbaik dari daging dan organ bergizi seperti hati. Tak lama setelah itu tahanan mulai beralih ke pembunuhan kanibalisme, berburu untuk saling membunuh demi makanan, seolah-olah mereka hewan.

Kelompok geng berkeliling dan menyebar serta meneror orang sakit atau yang lemah, dengan brutal membantai mereka dan memakan daging mereka mentah-mentah. Ada satu laporan yang sangat mengerikan, tentang seorang gadis muda diduga ditangkap dan diikat di pohon, di mana kanibal haus darah memakan dagingnya sementara dia masih hidup menggeliat berteriak kesakitan.

Praktek yang umum di antara tahanan ini disebut "bleeding the cow," di mana kelompok geng akan memikat tahanan lainnya secara bersamaan dalam upaya permainan melarikan diri, tetapi hanya untuk secara brutal dibunuh dan dibantai ketika salah satu dari mereka ada yang terpisah sendiri. 

Beberapa penjaga ditempatkan di pulau itu ditujukan hanya untuk menjaga tahanan keluar dari pulau tersebut, namun mereka tidak melindungi para korban dalam menghadapi pertumpahan darah ini. Tidak hanya itu saja, para penjaga juga tidak disiplin dan korup, banyak dari mereka secara teratur memeras para tahanan, tetapi kebanyakan mereka juga turut kelaparan dan desersi, salah seorang pejabat menyatakan bahwa penjaga Nazino "sama sekali tidak berbeda dari para tahanan "Bertahun-tahun kemudian, salah seorang korban selamat dan telah berusia 80-an, dimana ia tiba di Pulau Nazino saat berusia 13 tahun mengatakan.:

"Hal-hal yang kami lihat! Orang-orang sekarat di mana-mana; mereka saling membunuh. Jika anda pergi disepanjang pulau. Anda akan melihat daging manusia yang dibungkus kain, daging manusia yang telah dipotong dan digantung di pohon-pohon. Semuanya penuh dengan mayat".

Luar biasa, apa saat itu pemerintah komunis Soviet tidak mau tahu atau tidak peduli tentang bagaimana yang terjadi disana? dan terus menerus mengirim tahanan ke pulau itu, lebih dari 1.200 tahanan tiba pada tanggal 27 Mei untuk menghadapi kesulitan di tanah liar ini, belum lagi harus menghadapi gerombolan kanibalisme.

Dikatakan bahwa beberapa pendatang baru diserang dan dibunuh dengan kejam serta dimakan, praktis setelah mereka melangkah keluar dari perahu. Akhirnya pertumpahan darah semakin memburuk dan lebih banyak lagi tahanan yang tewas, pemerintah mulai menyadari situasi ini dan menjadi khawatir bahwa beberapa tahanan kanibal gila di pulau itu mungkin benar-benar berhasil membuat jalan mereka untuk masuk ke desa-desa terpencil di wilayah tersebut, dikhawatirkan mereka akan mengamuk dan menjadi sebuah momok kanibalisme di daerah sekitarnya.

Bala bantuanpun dikirim ke Nazino dan di bawah pengawasan para penjaga bersenjata lengkap dan hasilnya puluhan tahanan ditangkap karena kasus kanibalisme, namun mereka datang terlambat. Pada saat kamp ditutup, padahal hanya satu bulan dimulai, diperkirakan bahwa ada sekitar 4.000 tahanan, dari awalnya 6.000 orang yang dibawa ke sini diketahui sudah meninggal, banyak dari mereka mengalami kekejaman brutal, meskipun korban tewas tetap tidak diketahui secara pasti karena tidak adanya dokumentasi yang benar-benar memadai.

Kebenaran yang tersingkap

Pada saat itu, Komite Daerah Partai Komunis Siberia Barat meluncurkan komisi untuk menyelidiki tentang apa yang terjadi di Nazino Island, namun laporan itu segera dikubur dan dirahasiakan, seperti yang telah dilakukan dengan laporan lain yang sejenis dari suramnya hidup dan kekejaman mengerikan dari gulag Siberia dibawah pemerintahan komunis.

Merupakan praktek umum pada saat untuk menekan informasi semacam ini, dan mereka yang menulis tentang gulag atau bahkan bagi mereka yang berani menyebarkan desas-desus tentang hal itu berisiko akan dikirim kesana atau bahkan langsung dibunuh.

Selama beberapa dekade pemerintah terus membantah dan menutupi apa yang terjadi di Nazino, sampai kebenaran mulai terungkap pada tahun 1988, karena upaya dari masyarakat hak sejarah dan sipil Rusia yang disebut Memorial, secara bertahap melacak dokumen-dokumen rahasia dan membuat hal ini bocor ke dunia luar, bahkan banyak publikasi tentang hal ini tetapi dunia Barat sebagian besar menutup mata untuk masalah ini. Informasi yang tiba juga sangat lambat, dan laporan komisi sebenarnya pada pulau Nazino dibuat oleh pemerintah Soviet pada tahun 1933 tidak dipublikasikan secara penuh hingga tahun 2002, juga karena upaya Memorial.

Dalam tahun-tahun terakhir, kebenaran mengerikan tentang apa yang terjadi pada Pulau Nazino telah perlahan-lahan terungkap melalui hasil kerja dari dedikasi organisasi seperti Memorial, serta karya penulis seperti sejarawan Perancis Nicolas Werth, yang menghabiskan bertahun-tahun secara cermat menggali melalui arsip dan dokumen yang hilang untuk informasi yang akan berujung pada bukunya yang mengulas tragedi ini dengan sangat mendalam, Cannibal Island, diterbitkan pada tahun 2006.

Kisah Pulau Nazino tentang kebrutalan barbar dan kekejaman yang datang dari gulag Soviet, menghadirkan gambaran tentang sisi kelam dari hidup manusia. Hal ini mungkin salah satu hal yang paling beresonansi pada tingkat primal, dengan gambaran yang sangat mengganggu seperti gerombolan zombie kelaparan yang haus darah berburu manusia lainnya untuk dimakan di gurun beku terpencil serta jauh dari masyarakat.

Tragedi ini adalah pengingat kuat yang bersembunyi di bawah peradaban dari semua formalitas kita saat ini, tentang aturan, dan basa-basi sosial ada sisi kita yang tidak jauh berbeda dari hewan ganas yang hanya ingin bertahan hidup dengan aturan uang dan demi uang dengan segala pembenarannya.

Apa yang dibutuhkan untuk merubah manusia normal menjadi binatang buas sepenuhnya yang bersedia dengan kejam menyembelih dan mengkonsumsi sesama manusia? Berapa lama yang dibutuhkan seorang manusia untuk bisa berubah menjadi hewan karnivora kejam yang sesungguhnya? Tampaknya penghuni pulau Nazino Siberia menemukan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini, mereka yang memiliki dan menyimpan kebiadaban dari sisi gelap manusia, menatap jauh ke dalam kegelapan tentang potensi manusia yang memiliki sifat kebinatangan. Semoga menjadi bahan renungan dan nasehat, dan semoga anda berfikir. Wassalamualaikum.