Hilangnya Michael C. Rockefeller Di Tengah Suku Kanibal Papua Nugini

Hilangnya Michael C. Rockefeller Di Tengah Suku Kanibal Papua Nugini

Hilangnya Michael C. Rockefeller Di Tengah Suku Kanibal Papua Nugini

Halo emosi muda,.. Assalamualaikum. Bagi kita yang hidup nyaman di kota-kota dimana bangunan beton melonjak tinggi, dengan susunan tulang baja, dan kaca, cenderung memiliki arti bahwa kita telah terisolasi dari dunia liar yang terletak di luar peradaban kita. Kita cenderung percaya bahwa teknologi, uang, dan kecanggihan diangap melindungi kita dari apa yang terletak tersembunyi di hutan terpencil di dunia kita.

Namun, setelah kita meninggalkan selimut kenyamanan peradaban ini dan melakukan perjalanan keluar ke dalam tempat tersembunyi, tanah yang liar, membuat kita menjadi terpisah dari garis kenyamanan ini. Di tempat-tempat terpencil dimana kita kembali kepada keadaan tanpa merasa perkasa dalam masyarakat beradab saat ini. Aturan segera berubah.

Di tempat-tempat ini kita tidak lagi sebagai pemburu, tetapi diburu, terikat oleh aturan alam liar dan cara-cara dari orang-orang primitif yang mengisinya. Arogansi dan teknologi kita tidak akan melindungi kita di sini. Seorang pria yang mungkin telah menyimpan hal ini dalam pikirannya adalah seorang playboy kaya raya dan juga merupakan seorang anggota dari salah satu keluarga paling berpengaruh di Amerika Serikat, yang melakukan perjalanan ke tanah yang belum pernah dijelajahi sebelumnya, yang kita kenal sekarang sebagai negara Papua Nugini, ia tidak pernah terlihat lagi, memicu salah satu misteri yang paling membingungkan dari abad ke-20 hingga kini.

Hilangnya Michael Rockefeller

Lahir pada tahun 1938, Michael Clark Rockefeller adalah anak dari Gubernur New York yang memiliki kerabat dengan Wakil Presiden Nelson Aldrich Rockefeller, dan anggota generasi keempat dari keluarga Rockefeller, salah satu yang terkaya, paling kuat, dan sebuah nama keluarga yang berpengaruh di Amerika pada saat itu.

Michael telah lama memiliki ketertarikan pada seni, terutama dengan seni primitif dan suku-suku terpencil, dan pada tahun 1957 ia membantu mendirikan museum seni pertama yang semata-mata didedikasikan untuk seni seperti, Museum of Primitive Art, di Manhattan. Rockefeller juga seorang berjiwa petualang, dan sangat ingin melakukan perjalanan ke tanah yang jauh dan bertemu suku-suku eksotis. Jiwa itu bagaikan bunga besar dalam seni dan keinginannya untuk menempuh dunia lain yang akhirnya akan membawa Michael Rockefeller berpetualang di seluruh dunia untuk mencari tanah misterius terpencil dan tempat yang paling sedikit di mengerti yakni Papua Nugini.

Hilangnya Michael C. Rockefeller Di Tengah Suku Kanibal Papua Nugini
Michael C. Rockefeller, anak dari Nelson Rockefeller, menyesuaikan kameranya sebelum mengambil gambar orang Papua di New Guinea pada tahun 1961.

Setelah lulus dari Harvard University pada tahun 1961, pada usia 23 tahun Rockefeller kemudian memutuskan untuk mengejar mimpinya menjalani petualangan eksotis, dan ia memulai sebuah ekspedisi untuk Peabody Museum Arkeologi dan Etnologi, dengan tujuan mempelajari suku Dani di pedalaman Papua New Guinea, serta membenamkan dirinya dalam budaya orang-orang primitif. Rockefeller mengatakan alasan ini di balik rencana ambisius perjalanan jauh dan petualangannya:

"Ini adalah keinginan untuk melakukan suatu petualangan menembus batas waktu, dalam arti sebenarnya dari kata, yaitu menghilang".

Yang pasti, Rockefeller melanjutkan perjalanan ini dengan sikap keras kepalanya. Padahal dia adalah anggota dari salah satu keluarga terkaya di dunia, jadi dia merasa memiliki perlindungan, dengan keyakinan bahwa keluarganya bisa menyelamatkan dia dari kesulitan yang dia harus hadapi. Perasaan dia akan hak istimewa ini tidak diragukan lagi telah menghasilkan ilusi rasa aman dalam fikirannya bahkan dalam menghadapi sesuatu yang berbahaya.

Meskipun bahaya selalu ada dalam sebuah ekspedisi, Rockefeller kurang perduli dengan hal ini, ia terjun ketengah-tengah orang-orang primitif, dan melemparkan dirinya ke dalam pengalaman berbahaya. Selama ekspedisi Peabody, ia membantu merekam film dokumenter "Dead Birds", yang merupakan legenda hidup di antara suku Dani.

Hilangnya Michael C. Rockefeller Di Tengah Suku Kanibal Papua Nugini
Michael Rockefeller dengan suku Dani

Setelah ekspedisi Peabody itu selesai, Rockefeller hanya kembali sebentar ke Amerika, setelah godaan tak tertahankan akan sebuah petualangan menarik, alhasilnya memaksa dia untuk kembali ke Papua New Guinea, kali ini untuk mempelajari suku Asmat dari pantai barat daya Papua New Guinea.

Pada kunjungan kali ini, ia ingin sekali lagi hidup di antara orang-orang primitif itu dan juga mengumpulkan berbagai potongan karya seni suku-suku tersebut dan sekaligus berbagai artefak untuk dijadikan bahan pameran di museum sekembalinya ia ke kota New York. Ekspedisi ini malah terbukti jauh berbeda dari sebeblumnya, dan memang jauh lebih berbahaya dari ekspedisi sebelumnya disaat ia mempelajari suku Dani.

Dalam petualangan kali ini, Rockefeller memulai petualangannya hanya ditemani oleh seorang antropolog René Wassing. Tujuan mereka adalah suku Asmat, sebuah suku yang juga sangat berbeda dari suku Dani yang telah ia pelajari sebelumnya. Sedangkan suku Dani sebagian besarnya adalah suku pencinta damai, mereka adalah orang-orang pertanian, sedangkan suku Asmat adalah suku prajurit yang ganas yang mempraktekkan kanibalisme.

Suku ini juga memiliki budaya warisan dari pembunuhan balas dendam dan barbarisme. Dalam budaya Asmat, mereka sangat percaya bahwa satu kematian harus diimbangi oleh kematian yang lain. Dalam rangka untuk memenuhi kewajiban spiritual ini, maka dilakukan aksi membalas dendam satu kematian dengan yang lainnya, mereka dikenal dengan kebiasaan memburu kepala, di mana suku Asmat adalah suku yang tidak akan segan untuk melakukan serangan balas dendam atas kematian salah satu dari mereka, mereka akan turun ke suku musuhnya dan tanpa ampun akan membantai setiap makhluk hidup yang bisa mereka temukan, termasuk juga perempuan dan anak-anak.

Sebagai buntut dari pembantaian, mereka akan menggunakan darah korban yang mereka bantai untuk dibalurkan pada sebuah tiang panjang setinggi 20 kaki yang disebut "Bisj", dan juga memakan daging mereka, dalam keyakinan Asmat hal itu dilakukan karena dipercaya bisa mendapatkan kekuatan gaib dengan cara ini.

Cara hidup brutal dan penuh dengan kebuasan dalam suku Asmat tidak akan pernah berakhir, karena siklus kekerasan dari budaya balas dendam terus melahirkan perang antar suku, namun bahaya potensial ini justru merupakan daya tarik utama yang memincut hati Rockefeller.

Tentang potensi bahaya dan kekerasannya, cara hidup berbahaya dari orang primitif adalah satu hal yang menggugahnya. Dia ingin merasakan hidup di antara suku "headhunter" di dunia nyata, dan tidak diragukan lagi saat itu dia mungkin masih merasa aman dengan nama besar keluarganya. Alih-alih untuk merasa takut dengan hidupnya, Rockefeller malah merasa sangat senang untuk melihat dan mendekati orang-orang Asmat yang ingin ia pelajari dan fahami. Dia pernah menulis selama perjalanannya:

"Saya rasa memang melelahkan tapi inilah hal paling menarik dari waktu saya di sini. Suku Asmat seperti puzzle besar dengan variasi upacara dan membentuk potongan-potongan dari seni. Perjalanan saya yang memungkinkan saya untuk memahami ini, sifat dari teka-teki ini".

Rockefeller kemudian pergi untuk mengambil ratusan foto hidupnya bersama dengan orang-orang Asmat dan mengumpulkan berbagai artefak, termasuk empat dari tiang "Bisj" di mana darah dari musuh suku Asmat yang terbunuh itu dioleskan, dan banyak lagi yang masih terpajang di New York Metropolitan Museum of Art hingga hari ini.

Sepanjang waktu tersebut, Rockefeller mungkin tidak pernah benar-benar merasa bahwa dia sedang berada dalam bahaya, sebagian karena keyakinan arogan bahwa uang bisa membantu dia keluar dari masalah apa pun, dan sebagiannya mungkin karena ia beranggapan dalam pengetahuannya bahwa suku Asmat hanya melakukan kanibalisme dari ritual balas dendam. Sayangnya, tidak ada jumlah uang yang bisa menyelamatkan dia dari apa yang terjadi selanjutnya.

Hilangnya Michael C. Rockefeller Di Tengah Suku Kanibal Papua Nugini
Michel Rockefeller di antara suku Asmat

Pada tanggal 17 November 1961, Rockefeller mengalami hal buruk, dengan sebuah perahu kecil bersama Rene Wassing dan dua pemandu lokal melakukan perjalanan untuk mengumpulkan beberapa ukiran kayu Asmat.

Mereka melintasi muara sungai yang menghadap ke Laut Arafura di pantai barat daya Papua New Guinea ketika sebuah gelombang besar membanjiri mesin perahu dan menyebabkan mesin mati. Mesin perahu kecil itu tidak menyala lagi, mereka terombang-ambing diatas perahu itu hingga akhirnya terbalik oleh gelombang laut.

Dua pemandunya mengatakan kepada mereka agar mereka tetap barada disana sementara pemandunya berenang pergi untuk mencari bantuan. Selama 24 jam berikutnya, mereka yang tersisa di perahu terbalik tersebut telah terbawa keluar ke arah Laut Arafura sejauh sekitar 12 mil dari garis pantai dan semakin jauh.

Dengan tidak ada bantuan yang terlihat, Rockefeller mengikat beberapa jerigen bensin ke pinggangnya sebagai pelampung dan mengatakan kepada Wassing "Saya rasa saya akan berhasil," sebelum akhirnya ia melompat ke dalam air dan mulai berenang menuju pantai, sedangkan antropolog itu tinggal di perahu. Sejak saat itu Rockefeller tidak pernah terlihat lagi.

Keesokan harinya, bantuan datang dari pemandu lokal yang telah berjanji tiba untuk menyelamatkan mereka, tetapi Rockefeller tidak dapat ditemukan. Hilangnya seorang yang kaya raya, tokoh berpengaruh di tanah misterius, di tanah terlarang ini adalah sensasi media saat itu, dan terpampang di koran-koran nasional.

Sebuah pencarian besar-besaran diluncurkan oleh pemerintah Belanda yang menguasai Papua saat itu, pencarian berlangsung selama dua minggu dan mereka mencari hingga setiap tanda dari bekas jejak Rockfeller, tetapi mereka tetap saja tidak bisa menemukannya. Ayahnya, Nelson Rockefeller, dan saudara kembarnya, Mary, segera terbang ke New Guinea untuk membantu pencarian, tapi mereka juga tidak dapat mengungkap tanda-tanda keberadaannya. Seolah-olah Michael Rockefeller telah lenyap ditlan bumi.

Pemerintah Belanda kemudian secara resmi menyimpulkan bahwa Rockefeller telah meninggal karena tenggelam, meskipun mereka tidak menemukan bukti untuk membuat asumsi menjadi benar, rumor pun akhirnya mulai tersebar, dimana ia sebenarnya telah berhasil berenang dan selamat namun ia telah dibunuh dan dimakan oleh kanibal, khususnya dari desa Asmat bernama Otsjanep, yang berada di dekat lokasi pencarian yang dikenal mempraktikkan kanibalisme.

Rumor ini dipicu oleh klaim lebih lanjut dari misionaris Katolik Belanda di sekitar hilangnya Rockfeller, yang merincikan kanibalisme dari seorang pria kulit putih di Otsjanep di 1962 pada sebuah artikel Associated Press. 

Hal ini mulai membuat gelisah keluarga Rockefeller, tetapi pemerintah Belanda dengan cepat mengklaim kanibalisme itu merupakan praktek kuno yang tidak lagi terjadi di wilayah New Guinea jajahan Belanda, meskipun kanibalisme itu memang fakta.

Namun klaim ini mungkin tidak mengejutkan, karena Belanda sendiri sedang berada di tengah-tengah usaha mereka dari kemerdekaan Papua Nugini, dan tentunya mereka tidak ingin publisitas negatif suku kanibal yang berkeliling di hutan ini terbeberkan begitu saja.

Beberapa orang percaya bahwa Rockefeller tidak terbunuh oleh kanibal, tetapi ia hanya menjadi tahanan mereka atau meninggalkan peradaban untuk hidup bersama di antara mereka. Tidak ada informasi yang pasti. Rockefeller akhirnya secara resmi dinyatakan meninggal pada tahun 1964.

Dan misteri ini selama beberapa dekade berikutnya menjadi salah satu dari banyak kasus orang hilang yang paling membingungkan di dunia. Kasus Rockefeller hilang terus memprovokasi banyak spekulasi dan teori konspirasi, ada banyak investigasi telah mencoba untuk menjelaskan kasus ini dan mendapatkan beberapa pendapat tentang apa yang terjadi padanya.

Salah satu upaya pertama untuk menyelidikinya adalah sebuah ekspedisi yang dilakukan oleh seorang jurnalis untuk majalah Argosy bernama Milt Machlin pada tahun 1969. Rupanya, Machlin telah didekati oleh seorang pria Australia yang disebut bernama Donahue, yang menarik hatinya dengan sebuah pernyataan samar;

" Misalkan saja aya mengatakan kepada anda bahwa saya melihat Michael Rockefeller masih hidup 10 minggu yang lalu? "

Minatnya langsung terusik oleh kata-kata tersebut, Machlin mendengarkan kisah Donahue yang mengaku telah melihat Rockefeller di sebuah tempat yang disebut Kepulauan Trobriand. Sebuah yang klaim aneh, soalnya diketahui bahwa Kepulauan Trobriand berada ratusan mil dari tempat Rockefeller menghilang, namun Machlin begitu tertarik hingga ia melakukan perjalanan dalam upaya untuk menemukan kebenaran ini.

Sayangnya perjalanan ia hanya berubah menjadi sebuah jalan buntu, tetapi ia berhasil berbicara dengan beberapa misionaris Belanda yang sudah tinggal di antara suku Asmat pada saat hilangnya Rockefeller dan memiliki beberapa hal menarik bagi Machlin adalah pembicaraan dia dengan dua misionaris bernama Bapa Van Kessel dan Ken Dresser, yang sangat yakin bahwa Rockefeller telah dibunuh dan dimakan oleh kanibal.

Pada akhirnya, Machlin menyimpulkan bahwa pendapat yang mengatakan bahwa Rockefeller telah dibunuh oleh kanibal pasti masuk akal, dan ia merilis temuan dan pengamatannya dalam bukunya di tahun 1974, "The Search for Michael Rockefeller".

Spekulasi tentang kanibalisme semakin berbelit, dalam buku Paul Toohey berjudul "Rocky Goes West", di mana penulisnya mengklaim bahwa ibu Rockefeller telah menyewa detektif swasta untuk melakukan perjalanan ke Papua Nugini untuk mencoba mengungkap petunjuk tentang anaknya yang hilang. 

Menurut Toohey, penyidik ​​melakukan kontak dengan suku Asmat dan cara menukarkan mesin perahu dengan tiga tengkorak manusia, yang kata orang-orang suku Asmat tersebut adalah tengkorak dari satu-satunya orang kulit putih yang pernah mereka bunuh. Yakin bahwa salah satu tengkorak tersebut adalah Michael Rockefeller, penyidik ​​swasta diduga membawa tiga tengkorak tersebut kembali ke New York. 

Kebenaran cerita ini telah menjadi subyek dari beberapa perdebatan, tetapi sebuah televisi ternama The History Channel dalam acara vanishings mengaku memiliki bukti tentang ibu Rockefeller yang memang telah menyerahkan uang sebanyak $ 250.000 kepada detektif, uang itu ditawarkan untuk bukti definitif apa saja dari nasib Michael Rockefeller.

Mungkin kisah yang paling mendalam dari penyelidikan ekstensif hilangnya Rockefeller adalah dari seorang penulis bernama Carl Hoffman, yang menghabiskan dua setengah tahun menapaki perjalanan melalui hutan gelap Nugini, ia berbicara dengan suku Asmat dan misionaris Belanda, dan melakukan penelitian arsip yang melelahkan, ia mencatat dalam bukunya "Savage Harvest: A Tale of Cannibals, Colonialism, and Michael Rockefeller’s Tragic Quest for Primitive Art". Hoffman menemukan berbagai dokumen yang belum pernah dilihat dan bukti yang tampaknya sangat kuat menunjuk ke arah kematian Rockefeller di tangan kanibal suku Asmat.

Selama penyelidikan yang luas tersebut, Hoffman mengumpulkan gambaran suram dari akhir hidup Rockefeller. Hoffman mampu mempelajari bagaimana tidak lama sebelum ekspedisi Rockefeller kemudian menghilang, seorang pejabat Belanda bernama Max Lapré diketahui sedang dalam upaya untuk menghentikan pertumpahan berdarah dari perang habis-habisan antar kanibal di antara dua desa Asmat yang berkecamuk di luar kendali.

Sebuah patroli dikirim untuk menyelidiki, dan ketika mereka tiba di desa Otsjanep, mereka bertemu dengan suku Asmat pemburu kepala, prajurit suku itu bersenjatakan panah dan tombak, yang kemudian mulai melakukan ritual dan tarian untuk mempersiapkan diri menghadapi pertempuran jarak dekat. 

Patroli Belanda yang panik sempat melepaskan tembakan pada prajurit suku tersebut dan menewaskan lima dari mereka sebelum akhirnya mereka mundur. Mungkin ini yang menyebabkan kenapa suku tersebut marah kepada orang kulit putih dan akhirnya membunuh Rockfeller.

Mengingat budaya suku Asmat akan ritual pembunuhan balas dendam untuk menanggapi pembunuhan terhadap kelompok mereka, Hoffman menyatakan bahwa Belanda telah meninggalkan seorang prajuritnya yang berkulit putih untuk memenuhi kewajiban spiritual balas dendam mereka.

Dan itu merupakan sebuah kebetulan dimana insiden ini terjadi tidak lama sebelum Rockefeller berada di sekitar Otsjanep, yang diklaim merupakan salah satu desa Asmat yang paling terkenal dengan kekerasan.

Dan bukanlah hal yang umum bagi suku Asmat untuk melihat orang asing di wilayah mereka, jadi jika Rockefeller saat itu benar-benar telah sampai ke pantai, maka dia telah berada ditengah-tengah desa dengan darah gila kanibal yang mendidih dengan keinginan untuk membunuh pria kulit putih sebagai kontribusi atas pembunuhan yang dilakukan oleh patroli Belanda. Bahkan, tampaknya sekelompok orang Asmat dari Otsjanep dikatakan telah terlihat di lokasi tepat pada saat perahu Rockefeller terbalik, dan dengan demikian mereka bertemu dengan Rockfeller saat is berhasil sampai ke pantai.

Nah dengan melihat seorang pria kulit putih setelah pertumpahan darah dan kematian mereka ditangan patroli Belanda, jelas saja mereka menjadi hiruk-pikuk haus darah akan balas dendam ini. Untuk memenuhi kewajiban suku tentang nyawa yang harus dibayar dengan nyawa. Rockefeller akhirnya tidak memiliki kesempatan.

Hilangnya Michael C. Rockefeller Di Tengah Suku Kanibal Papua Nugini
Prajurit Asmat

Hoffman menemukan informasi lebih lanjut saat ia berbicara dengan seorang misionaris Belanda bernama Bapa Hubertus von Peij, yang mengklaim bahwa ia telah diberitahu oleh suku Asmat bahwa Rockefeller memang telah dibunuh oleh mereka, tengkoraknya terlihat lebih "kecil, seperti anak-anak, "dan tengkorak itu digantung di salah satu pondok desa.

Diakatakan juga bahwa tulang Rockefeller digunakan di antara prajurit desa dan dipertajam untuk dijadikan senjata, dan dagingnya telah dipanggang dan dikonsumsi. Von Peij juga mengklaim bahwa pemerintah Belanda sangat menyadari apa yang telah benar-benar terjadi pada Rockefeller, tetapi hal ini sengaja diatur untuk menutup-nutupi fakta yang ada. Hoffman mengatakan:

"Kita tidak sedang berbicara tentang pendapat saya; dokumen menunjukkan ada hal yang ditutup-tutupi. The docs mengatakan, 'Jangan bilang Nelson Rockefeller tentang hal ini. Jangan katakan apapun. Jadikan ini rahasia! "

Ada investigasi lain yang mencari tahu tentang misteri di balik hilangnya Michael Rockefeller. Mungkin merupakan salah satu bagian yang paling menarik dan bukti aneh dalam kaitannya, ditemukan pada tahun 2008 oleh seorang pembuat film dokumenter Fraser Heston, putra aktor Charlton Heston, sebuah film dokumenter berjudul "The Search for Michael Rockefeller".

Selama penelitiannya untuk film dokumenter ini, Heston mampu menggali kasus ini dengan lebih mengejutkan, tidak pernah terlihat sebelumnya rekaman yang tampaknya menjelaskan teori berat tentang hilangnya Rockefeller, bahwa ia tidak dibunuh, melainkan ia menghabiskan hidupnya di antara suku headhunter kanibal tersebut.

Terinspirasi oleh buku Milt Machlin dengan nama yang sama, "The Search for Michael Rockefeller", Heston mampu melacak beberapa cuplikan aneh yang direkam oleh Machlin selama ekspedisi dan entah bagaimana akhirnya hal itu dilupakan begitu saja dan dijual ke sebuah perusahaan rekaman milik jandanya, Margaret Machlin.

Milt Machlin telah menyewa seorang sinematografer dan melanjutkan perjalanannya dengan 10.000 kaki dari film 16mm, ia sepertinya ingin mendokumentasikan sebanyak mungkin perjalanannya di dalam film. Heston mampu melacak rekaman di sebuah gudang di Inggris dan ia terkejut dengan apa yang ia temukan. Di antara 10 jam rekaman tanpa editan yang telah diambil tanpa suara, Heston menemukan bagian yang menakjubkan dari rekaman yang menunjukkan seorang pria kulit putih berada di latar belakang di antara para kanibal.

Pada klip rekaman tahun 1969, sebuah rekaman dengan posisi kamera yang agak sedikit berguncang, menunjukkan sekitar 17 sampan perang milik kanibal yang sedang berjalan menuju pantai. Dan didalam salah satu kano tersebut terlihat seorang berkulit putih kurus dengan jenggot dan ber-cat perang parsial yang terpampang di wajahnya. Ini jelas sangat aneh, tapi mengingat bahwa rekaman ini diambil berselang 8 tahun setelah hilangnya Rockefeller, hmm sangat membingungkan.

Hilangnya Michael C. Rockefeller Di Tengah Suku Kanibal Papua Nugini
Sebuah cuplikan dari rekaman yang hilang menunjukkan seorang suku Asmat "kulit putih."

Saya merasa cukup jelas bahwa pria misterius itu bukanlah warga suku Asmat asli, Heston dan para krunya sangat tertarik dengan rekaman ini, mereka menamakan sosok misterius ini sebagai "Big Michael." Sayangnya, rekaman ini sangat pendek dan kabur, dengan tidak ada cara khusus untuk melakukan analisis wajah dari orang kulit putih misterius yang terlihat di sampan milik kanibal tersebut.

Tidak mungkin untuk mengetahui apakah sosok pria itu memang Michael Rockefeller, tetapi tidak tertutup kemungkinan itu, yang mungkin saja Rockefeller telah begitu terpikat dengan suku ini dan akhirnya ia memilih untuk hidup di antara mereka. Heston kemudian mengatakan dari rekaman dan seluruh misteri ini secara umum:

Ketika kami menemukan "Big Michael," kataku, tunggu sebentar. Saya tentu tidak mengatakan bahwa itu adalah Michael. Ini sangat kabur, dan sangat pendek, serta tidak ada cara untuk melakukan analisis wajah atau sesuatu seperti itu.

Tapi memang jelas terlihat, setidaknya sedikit, memang seperti dia. Jadi saya pikir kalau itu bukan Michael - yang telah delapan tahun setelah ia menghilang - lantas siapa pria kulit putih itu? Kedengarannya seperti mengada-ada bahwa ia mungkin ada disitu, delapan tahun kemudian, mendayung kano, itu semacam hal samar yang kita hadapi di sini. Dan itu bagian dari daya tarik dari cerita ini.

Apakah Rockefeller memang memilih untuk hidup diantara kanibal, dan bukan tanpa ampun telah dibantai oleh kanibal, malah ia disambut di antara mereka? Apakah terlalu tidak masuk akal untuk berpikir bahwa orang kaya raya ini, seorang selebriti berprofil tinggi terus ingin menjauhkan diri dari masyarakat istimewa dimana ia dibesarkan, dan akhirnya memilih hidup sederhana di antara orang-orang yang membuat ia merasa sangat tertarik dan tinggal jauh dari peradaban modern?

Tidak peduli apa yang sebenarnya terjadi pada Michael Rockefeller, tidak ada yang menyangkal bahwa Papua Nugini memang masih memiliki andil dari kanibalisme yang dipraktekkan di antara suku-suku primitif. Jauh dari praktek kuno yang dibuat pada film horor dan sejarah gelapnya, kanibalisme masih sangat banyak hidup di dunia ini bahkan sampai hari ini.

Hal ini jelas sangat buruk bahkan pada tahun 2013, sekelompok orang yang diduga kanibal mengancam untuk mengganggu pemilihan parlemen di salah satu provinsi Papua New guinea, memicu kepanikan massal di mana orang-orang takut untuk meninggalkan rumah mereka sendiri pada hari pemilihan, mereka takut diburu dan dimakan. Kanibalisme memang menjadi momok mengerikan bagi peradaban.

Hilangnya Michael C. Rockefeller Di Tengah Suku Kanibal Papua Nugini

Ada juga cerita dari sekte kanibal mengerikan yang masih beroperasi di Papua Nugini. Pada tahun 2012, polisi di provinsi Madang Papua Nugini menangkap 29 anggota yang diduga anggota sekte kanibal, mereka dituduh membantai dan melahap tujuh orang dukun yang diduga pernah aktif dalam interior negara.

Para anggota sekte ini menuduh tujuh orang korbannya adalah tukang sihir ilmu hitam yang terlibat dalam layanan kekuatan gelap sihir, dan telah melakukan pembunuhan untuk tujuan ganda yakni balas dendam dan untuk menyerap kekuatan mistik mereka dengan cara memakan daging mereka yang dibunuh, bahkan diyakini dengan memakannya maka mereka akan tahan terhadap peluru.

Para anggota kultus ini tampaknya juga memakan otak dan penis korbannya, dan bahkan memakan banyak bagian dari mayat tersebut tersebut mentah-mentah. Meskipun 29 orang anggota dari kelompok yang bertanggung jawab ini ditangkap, mereka tidak berpikir bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang salah. Bagi mereka, ini adalah cara hidup normal. Diperkirakan ada sekitar 700 - 1.000 anggota dari sekte tertentu yang tersebar di seluruh penjuru negeri Papua Nugini.

Papua Nugini adalah tempat di mana kepercayaan kuno dari sihir masih meresap dalam masyarakatnya di beberapa sudut terpencil di pulau itu. Praktek pembunuhan ritual dan kanibalisme, biasanya memang dipandang menjijikkan oleh masyarakat modern, tetapi hal itu masih tetap bercokol di sini sebagai jalan hidup.

Hal ini tidak terlalu sulit untuk dipercaya bahwa kanibalisme memang memiliki frekuensi yang besar selama waktu ketika Michael Rockefeller sedang melakukan eksplorasi lahan misterius ini pada tahun 1961, meskipun desakan tegas pemerintah Belanda pada saat itu bahwa praktek itu adalah peninggalan dari masa lalu. Jika ia berhasil berenang sampai ke pantai pada hari kejadian itu, dan ia tidak memiliki kesempatan dan akhirnya memang dibunuh oleh headhunter?

Apakah tidak mungkin bahwa pihak pemerintah Belanda kemudian meluncurkan aksi untuk menutup-nutupi dan mengabaikan fakta bahwa salah seorang anggota yang sangat berpengaruh di Amerika telah menemui ajalnya di tangan suku primitif, di ujung tombak yang dipegang oleh prajurit kanibal di hutan?

Ini adalah misteri yang mungkin bertahan untuk beberapa waktu. Banyak orang tampaknya telah ditarik ke dalam teka-teki tersebut, orang asing yang bepergian ke tanah yang hilang dan kemudian menghilang tanpa jejak, dan kekosongan yang tercipta oleh kurangnya jawaban konkret hanya berfungsi untuk membuat jalan cerita lebih menarik.

Dalam sebuah wawancara yang berkaitan dengan dokumenter tentang misteri ini, Fraser Heston memberikan pemikirannya tentang mengapa misteri Michael Rockefeller telah begitu mencengkeram imajinasi begitu banyak orang, ia mengatakan:

"Tampaknya bahwa setiap kali seseorang datang dengan sesuatu, apakah itu dengan buku Milt atau buku Hoffman atau didalam film atau bahkan pada film anda sendiri, hal itu akan menarik banyak minat. Orang tidak bosan dengan itu, dan hal itu memang memiliki semacam kualitas mistis untuk itu: Putra dari seseorang, politisi sangat kaya yang terkenal di Amerika telah menghilang di hutan New Guinea dan mungkin telah dimakan oleh kanibal. Maksudku, benar-benar, hal itu hampir terlalu bagus dari sebuah cerita untuk menjadi kenyataan. Tapi apakah kita pasti tahu apa yang terjadi sebenarnya, tentang ia menghilang di sana, dan setidaknya, saya pikir ada kesempatan yang sangat kuat bahwa ia memang berhasil mendarat ke pantai".

Hilangnya Michael C. Rockefeller Di Tengah Suku Kanibal Papua Nugini
Prajurit pemburu kepala di Papua Nugini

Apa yang terjadi dengan Michael Rockefeller di hutan Papua Nugini? Apakah ia ditangkap dan dibunuh oleh suku kanibal primitif? Apakah dia shuck dari dunia yang beradab dan ia merasa nyaman dari jauhnya glamor tentang kekayaan dan prestise untuk kemudian menjalani sisa hari-harinya di antara suku Asmat?

Atau mungkin ia telah tenggelam, tubuhnya terbawa oleh arus dan menjadi catatan misteri sejarah yang besar? Kita mungkin tidak akan pernah memiliki jawaban yang pasti. Hilangnya tetap tak bisa tertembus dari tahun 1961 hingga saat ini.

Gelapnya dunia kanibalisme Papua, dan hal liar yang telah jauh melemparkan mereka dari dunia kita. Rasanya ingin menembus rahasia mereka dan menjelaskan cara-cara hidup terpencil mereka, yang tampaknya tinggal di lain waktu dari kemajuan dunia. Tampaknya ada dorongan yang kuat dalam diri manusia untuk menyelidiki hal ini dan memahami baik keajaiban dan kengerian apa yang mungkin mengintai di sana, untuk menyelidiki di tepi pemahaman kita tentang alam dan tentang sekilas dari masyarakat ini yang terisolasi dan asing bagi kita.

Namun, apa yang harus kita pahami adalah bahwa dunia modern kita tidak bisa melindungi kita di luar sana. Di sana, kita tunduk pada hukum-hukum alam dan hukum-hukum suku apapun yang menemukan kita disana. Di sana, kita tidak mengetahui nyamannya rasa belas kasihan. Tidak peduli apa yang sebenarnya terjadi pada Michael Rockefeller, pada akhirnya hanya Tuhan dan dia saja yang tahu kebenaran gelap ini. Semoga artikel ini bisa mengajak anda berfikir dan Wassalamualaikum.

6 komentar

  1. Serem pas baca..
    tapi lebih serem pas nurunin scrool ke bawah,,
    Mantap !! Tapi judulnya kenapa kaya diserempet gitu ya bang . .?? :-)

    BalasHapus
  2. Sangat menarik, pembahasan tentang kemungkinan hilangnya Michael Rockefeller diuraikan secara rinci. Mantap!

    BalasHapus