Pulau Misterius Dan Suku Primitif Yang Mematikan

Pulau Misterius Dan Suku Primitif Yang Mematikan

Pulau Misterius Dan Suku Primitif Yang Mematikan

Halo emosi muda,.. Assalamualaikum. Kita hidup di dunia yang dalam arti semakin kecil dan kecil. Kita saat ini dangan dengan mudah berkomunikasi seketika beserta akses terhadap ilmu pengetahuan, kita dapat melakukan perjalanan dengan cepat dan efisien, dan rasa haus tak terpuaskan untuk terus melakukan eksplorasi dan dorongan tanpa henti untuk menjinakkan bumi tempat tinggal kita yang perlahan-lahan telah mengurangi tempat-tempat liar yang belum dipetakan di dunia kita.

Suku Primitif Di Pulau Misterius

Namun, ada beberapa tempat yang tidak tersentuh atau tanpa cedera oleh tangan manusia modern, hanya ada sedikit wilayah yang belum dijelajahi yang tersisa untuk ditaklukkan. Namun, bahkan di tengah penyebaran teknologi dan peradaban yang tak terelakkan ini, masih ada tempat-tempat yang entah bagaimana bisa berhasil menghindar dari peradaban, serta tetap tersembunyi, tampaknya benar-benar terpisah dari belahan dunia lainnya, tanpa ada kemudahan yang sering kali kita anggap remeh. 

Dan memang, penghuninya sama sekali tidak memiliki kesadaran tentang segala sesuatu yang berada di luar dunia mereka. Salah satu tempat tersebut adalah sebuah pulau kecil di dekat India, yang selama puluhan ribu tahun memendam suku misterius dan sering di sebut sebagai orang-orang yang tidak terkontaminasi kemajuan zaman, yang juga tampaknya sangat tidak menginginkan bagian dunia yang lebih luas dari dunia mereka.

Ini adalah sebuah pulau mematikan dalam arti yang sebenarnya, dan merupakan salah satu tempat yang benar-benar belum dijelajahi dan sesuatu yang paling tidak dimengerti dari orang-orang agresif yang tinggal disini.

Pulau Sentinel Utara

Berbaring di kepulauan Andaman, di Teluk Benggala antara India dan Myanmar, adalah rimbunan pepohonan yang indah yang menyelimuti tanah seluas 23 mil persegi di daerah yang disebut Pulau Sentinel Utara.

Dari kejauhan, hamparan hutan hijau yang subur, dengan barisan terumbu karang, serta perairan birunya bisa membuat anda cenderung melihat bahwa pulau kecil yang menawan ini adalah sebuah pulau yang indah.

Namun setelah anda mendekatinya, dengan serta merta anda mungkin segera melihat orang-orang berkumpul di pantai, seolah menunggu untuk menyambut anda ke tempat yang tenang dan tak tersentuh ini. Anda mungkin terdorong untuk mendekat, penasaran untuk melihat seperti apa penduduk pulau ini, dan menikmati keramahan mereka, mungkin sambil menyeruput minuman di pantai yang belum terjamah.

Disaat anda terpukau dengan semua persepsi itu, lalu anak-anak panah akan melayang di udara, diikuti oleh teriakan panik dan ancaman, dicampur dengan kemarahan yang berasal dari pantai dengan bahasa asing yang tak seorang pun tahu.

Saat itulah anda memutar kapal dengan terburu-buru, meninggalkan panah yang meliuk-liuk dan teriakan serak yang tidak jelas di belakang anda dalam keadaan di luar sana. Jika itu yang terjadi dalam ekspedisi laut anda, maka anda baru saja bertemu dengan suku enstinel di Pulau Sentinel Utara, dan itu tentunya bukanlah sebuah pesta selamat datang untuk menyambut anda.

Penduduk Pulau Sentinel Utara
Suku penduduk Pulau Sentinel Utara

Suku sentinel diperkirakan berasal dari manusia purba pertama di Afrika, dan diperkirakan telah berada di Pulau Sentinel Utara selama kurang lebih 60.000 tahun terakhir.

Dengan gaya hidup zaman batu, sebagai kelompok pemburu, tanpa bukti adanya pertanian apa pun, orang-orang primitif ini terdiri dari suku-suku tak dikenal yang paling tidak bisa dipahami, paling misterius, dan paling terisolasi di planet ini, yang hampir tidak diketahui tentang bagaimana gaya hidup mereka, lingkungan mereka, atau bahkan berapa banyak dari jumlah mereka ada atau jenis bahasa yang mereka ucapkan.

Kita mungkin akan tahu lebih banyak tentang permukaan Antartika daripada yang kita ketahui tentang apa yang ada di balik rimbunan pohon-pohon tebal pulau itu, lebih banyak orang yang menyelami lautan terdalam di bumi ini daripada orang luar telah melewati barisan pepohonan di pulau sentinel. Dan hanya sedikit sekali yang kita tahu dari pengamatan secara ketat di pantai yang hanya terlihat dari kejauhan.

Penduduk asli Pulau Sentinel Utara

Di antara sedikit hal yang diketahui tentang orang-orang yang membingungkan ini adalah mereka menggunakan jala untuk memancing di perairan pantai dan juga mampu membuat kano atau sampan sederhana, dengan alat sederhana pula, seringkali dari logam yang mereka temukan terdampar di pantai akan mereka ambil untuk dikelola.

Sering kali juga di dapat dari kapal yang terdampar atau terjebak di terumbu berbatu yang tersebar di sekitar pulau itu. Mereka tampaknya tidak mengenal sistem pertanian yang nyata, dan bahkan belum benar-benar menunjukkan kemampuan untuk membuat api, sejauh yang kita tahu, mereka tampak sehat dan kuat, tetapi yang mereka makan selain ikan tidak diketahui.

Yang pasti diketahui adalah mereka sangat piawai dalam membuat senjata seperti tombak, busur dan panah, dan sama sekali mereka tidak takut untuk menggunakannya.

Selain mungkin menjadi suku yang paling misterius dan terisolasi di dunia, Sentinel juga mungkin adalah suku yang paling ganas dan paling anti terhadap kehadiran orang luar, dengan sejarah panjang penyerangan kepada siapa pun yang berani mendekati rumah pulau terpencil mereka.

Meskipun pulau ini pertama kali ditemukan pada tahun 1771 oleh surveyor John Ritchie, yang melintasi pulau tersebut dengan kapal British East India Company, The Diligent. Namun kontak nyata pertama dengan penduduk agresif di pulau itu oleh orang asing datang lebih dari 100 tahun kemudian, tepatnya ketika pada musim panas tahun 1867, sebuah kapal dagang India bernama Nineveh mengalami kerusakan dan terdampar di salah satu pulau di sekitar terumbu karang, sekitar 106 penumpang dan awak kapal berhasil mencapai daratan.

Awalnya pulau itu terlihat sepertinya tidak berpenghuni, dan meskipun mereka mengenal cerita-cerita mengerikan dari orang-orang di pulau Andaman lainnya bahwa penduduk asli Pulau Sentinel sangat ganas dan harus dihindari, namun tidak ada apapun yang terjadi sampai hari ketiga.

Pada hari tersebut, mereka mengalami amukan brutal orang Sentinel, orang-orang primitif itu keluar dari hutan gelap dengan busur dan anak panah. Kapten kapal mengatakan tentang pemandangan yang menakutkan itu:

Orang-orang biadab itu telanjang bulat, dengan rambut pendek dan hidung yang dicat merah, dan membuka mulut mereka dan membuat suara seperti pa on ough. Anak panah mereka tampaknya dari besi.

Orang-orang tersebut hampir tidak mampu menangkis serangan orang-orang pribumi sentinel yang menyerang dengan ganas, bertahan hanya dengan batu atau senjata darurat yang bisa mereka dapatkan sampai akhirnya mereka diselamatkan oleh kapal Angkatan Laut Kerajaan.

Ekspedisi Pulau Sentinel Utara

Kejadian ini sedikit banyak menarik perhatian pada saat itu, dengan gagasan tentang pulau eksotis misterius dan mematikan ini serta penghuninya yang tak dapat dipahami yang menangkap imajinasi publik, dan pada tahun 1880 sebuah ekspedisi Inggris diluncurkan untuk mencoba dan melakukan kontak dengan suku yang penuh teka-teki ini.

Ekspedisi tersebut dipimpin oleh seorang bernama Maurice Vidal Portman, termasuk diantaranta orang-orang bersenjata lengkap dan serombongan para pemandu Andaman, yang semuanya merasa sangat gugup pergi mendekat ke pulau itu, baik mereka yang bersenjata atau tidak.

Penduduk Pulau Sentinel Utara
Orang-orang sentinel terlihat di tepi pantai

Setelah mereka mencapai Pulau Sentinel Utara dan berhasil mendarat tanpa perlawanan, ekspedisi tersebut dengan berani mendorong masuk ke depan ke pedalaman hutan yang belum dipetakan dan tidak menemukan seorangpun yang terlihat.

Meski ditemukan jalur yang sudah usang dan bukti tempat tinggal berupa gubuk dan lubang untuk menyiapkan makanan, desa tersebut sepertinya benar-benar telah ditinggalkan, seperti reruntuhan zaman prasejarah yang hilang.

Ekspedisi berani tersebut menjelajahi pulau itu selama hampir seminggu tanpa menemukan satu orangpun penduduk asli, namun pada hari ke 6 mereka akhirnya menemukan apa yang mereka cari, sebuah keluarga dengan dua orang tua dan empat orang anak yang meringkuk di dalam hutan.

Tim ekspedisi tersebut segera melakukan apa yang biasanya para penjelajah Eropa lakukan pada waktu itu dengan membawa mereka sebagai tawanan, setelah itu mereka dibawa ke Port Blair, ibu kota Kepulauan Andaman dan Nicobar, Dimana kedua orang tua itu meninggal karena sakit dari ketidakmampuan daya tahan tubuh mereka secara alami terhadap kondisi di luar pulau.

Anak-anak mereka yang ketakutan kemudian dilepaskan kembali ke Pulau Sentinel Utara dengan beberapa hadiah, yang segera menghilang ke dalam hutan. Portman kembali melakukan beberapa kunjungan lagi ke pulau itu, dan entah bagaimana selalu bisa menghindari agresi dari suku Sentinel.

Tidak mengalami agresi dari suku sentinel saat berada di pulau tersebut adalah kasus yang amat jarang. Sekelompok tahanan India yang melarikan diri telah terdampar di daratan pulau itu pada tahun 1896, dan mereka tidak sebegitu beruntung seperti yang di alami Portman.

Ketika rakit mereka menabrak karang, dua dari narapidana tersebut meninggal dan yang ketiga, kemudian ditemukan oleh sebuah kapal Inggris yang sedang lewat tergeletak di pantai dengan tenggorokan robek dan banyak anak panah yang menonjol di tubuhnya.

Setelah kejadian ini, Pulau Sentinel Utara sebagian besar tetap dibiarkan tanpa adanya ekspedisi lebih lanjut sampai di tahun 1960an, setelah beberapa usaha gagal dilakukan untuk menghubungi suku yang aneh tersebut.

Kemudian, pada bulan Maret 1970, antropolog India Triloknath Pandit, yang telah melakukan beberapa upaya untuk melakukan kontak damai dengan orang Sentinel, berhadapan langsung dengan suku tersebut, walaupun mungkin bukan seperti yang dia bayangkan.

Setelah kapal Pandit terperangkap di terumbu karang, beberapa pria pribumi berlari ke pantai sambil melambaikan tombak dan busur dengan cara yang mengancam, dan beberapa dari mereka benar-benar berlari ke arah laut untuk mendekat dengan kedalaman sampai ke pinggang sambil mengarahkan anak panah mereka.

Awak kapal yang ketakutan mencoba melempar ikan yang mereka tangkap dalam upaya untuk menenangkan mereka, tapi usaha ini tidak cukup berguna untuk menundukkan prajurit sentinel yang cukup bermusuhan dan mengancam, orang-orang sentinel mulai berteriak dan mengangkat senjata mereka seolah-olah mengancam untuk menembak.

Peristiwa ini dianggap cukup aneh untuk terjadi karena kemudian terjadi hal yang diluar dugaan, yang sejak saat itu membingungkan antropolog. Seorang saksi menggambarkan apa yang terjadi demikian:

Beberapa orang datang dan mengambil ikan itu. Mereka tampak senang, tapi sepertinya tidak cukup untuk melunakkan sikap bermusuhan mereka. Sekali lagi kami mendekati kelompok tersebut. Mereka semua mulai meneriakkan beberapa kata yang tidak bisa mengerti. Kami berteriak kembali dan menunjuk untuk menampakkan bahwa kami ingin berteman. Ketegangan itu tidaklah mudah. Pada saat ini, terjadi hal yang aneh, seorang wanita berpasangan dengan seorang prajurit dan duduk di pasir dalam pelukan penuh gairah. Tindakan ini diulang oleh wanita lain, masing-masing mengklaim seorang pejuang untuk dirinya sendiri, semacam perkawinan masyarakat, seperti apa adanya. Demikianlah kelompok militan itu melemah. Ini terus berlanjut untuk beberapa lama dan ketika tempo dari tarian hiruk pikuk keinginan ini mereda, pasangan-pasangan itu mundur ke dalam naungan hutan. Namun, beberapa dari mereka masih berjaga-jaga. Kami mendekati pantai dan melemparkan beberapa ikan lagi yang segera diambil oleh beberapa anak muda. Saat itu sudah lewat siang dan kami kembali ke kapal.
Orang-orang sentinel
Orang-orang sentinel

Laporan ini sangat menarik karena memberi kita sekilas bayangan keruh tentang prilaku suku sentinel, betapapun singkatnya, kejadian ini menunjukkan beberapa aspek budaya dan nilai kehidupan mereka. 

Apa yang terjadi di sini? Apakah para wanita berusaha menenangkan orang-orang itu? Apakah semua ancaman kekerasan membuat mereka menjadi "Hot" dan terganggu? Apakah pesta pora pantai spontan tersebut adalah sesuatu yang biasa mereka hadapi atau ini hal yang langka? Apakah perilaku normal ini, memiliki arti khusus? Apakah mereka mencoba memberi tahu orang luar itu sesuatu?

Tidak ada yang memiliki petunjuk sedikit pun. Ini adalah hal lain yang tidak kita ketahui dalam daftar panjang hal-hal yang tidak kita mengerti tentang penduduk pulau misterius ini.

Pertemuan mengerikan lainnya dengan kaum sentinel terjadi pada musim semi tahun 1974, ketika sekelompok antropolog dan fotografer mengunjungi pulau tersebut untuk melakukan syuting sebuah film dokumenter berjudul Man in Search of Man, bersama dengan pengawalan polisi bersenjata berat. 

Suku sentinel jelas tidak tertarik untuk difilmkan untuk sebuah film dokumenter atau bahkan untuk didekati sama sekali, karena mereka segera membombardir kapal dengan anak panah saat kapal mendekat, salah satu anak panah diduga telah mengenai salah seorang kru kapal di bagian paha.

Merasa serangan anak panah suku sentinel kurang berpengaruh, kru tersebut bergerak maju dari jangkauan menuju lebih jauh ke arah pantai dan menurunkan sejumlah hadiah yang mereka bawa untuk penduduk asli, termasuk di antaranya boneka, mobil mainan, beberapa peralatan masak, kelapa, dan seekor babi hidup utuh, sebelum akhirnya segera mundur kembali dari jangkauan anak panah mereka. 

Mereka segera tertarik dengan berbagai kumpulan hadiah, namun mereka malah mengubur boneka dan mobil mainan, tetapi tidak untuk kelapa dan peralatan masak. Babi yang mereka bunuh kemudian dikuburkan juga, mungkin bahkan mereka tidak menyadari bahwa dagingnya dapat dimakan, sepertinya babi terlihat seperti makhluk asing bagi mereka.

Perlu dicatat juga bahwa mereka mengubur babi, sementara orang yang mereka bunuh biasanya ditinggalkan di tempat mereka berbaring di pantai. Semua upaya lain untuk mendekati pantai hanya disambut dengan hujan anak panah, dan kru akhirnya menyerah.

Pada tahun 1981, sebuah kapal kargo MV Primrose kandas di terumbu Pulau Sentinel Utara, dan kru yang ketakutan tersebut melaporkan bahwa mereka melihat suku sentinel yang terlihat mengancam berpatroli di pantai dengan tombak dan busur dan mengintai kapal yang lumpuh tersebut, yang lainnya tampak terlibat dalam membangun rakit darurat, mungkin untuk tujuan mendekati kapal untuk menyerang.

Karena lebih banyak orang pribumi yang bermusuhan dengan jelas berkumpul di pantai yang tampaknya sangat berbahaya, kapten kapal tak bersenjata tersebut mengirim sebuah permintaan bantuan, dengan pesan sedih mengatakan:

Orang-orang liar, diperkirakan lebih dari 50 orang, membawa berbagai senjata buatan tangan sedang membuat dua atau tiga perahu kayu. Khawatir mereka akan menaiki kita saat matahari terbenam. Nyawa awak kapal semuanya tidak terjamin.
Parjurit sentinel
Parjurit sentinel

Pesan tersebut mendesak agar senjata bisa dikirim untuk digunakan melawan serangan yang akan segera terjadi, namun sebuah badai yang terjadi di daerah tersebut mencegah siapa pun untuk memberikan bantuan pada mereka.

Para kru terpaksa menangkis amukan orang-orang Sentinel yang mendekat dengan pipa panjang, pistol flare, dan berbagai senjata improvisasi lainnya sampai mereka berhasil diselamatkan keesokan harinya dengan hadirnya helikopter dari Indian Oil And Natural Gas Commission.

Meskipun tidak ada yang terluka dalam serangan tersebut, namun Kapten kapal tersebut mendokumentasikan serangan anak panah yang digunakan oleh suku sentinel, diketahui anak panah mereka tidak memiliki bulu untuk membimbing arah dan dengan demikian memiliki jangkauan yang terbatas.

Kapal MV Primrose itu sendiri tetap terdampar di pulau itu, dan telah dikuasai oleh suku sentinel, mereka memanfaatkan logam yang ada untuk membuat alat-alat dan senjata. Memang, ada beberapa konflik kekerasan lainnya antara suku dan nelayan ilegal di tahun 1980an, yang kabarnya telah menyebabkan beberapa orang Sentinel tewas.

Baru pada tahun 1991 antropolog Triloknath Pandit, yang telah menghabiskan puluhan tahun berusaha untuk membangun hubungan damai dengan suku sentinel, akhirnya bisa mencapai mimpinya. Pada tanggal 4 Januari 1991, Pandit meluncurkan sebuah ekspedisi lain ke pulau ini, dan membuat sejarah untuk aksinya yang disebut "Last first friendly encounter in history" (Pertemuan persahabatan pertama yang terakhir dalam sejarah).

Slogan tersebut mengejutkan semua orang yang terlibat, mereka yang ragu pastinya berfikir bahwa penduduk asli yang bersembunyi akan keluar dengan menerbangkan anak panah, seperti yang terjadi pada setiap orang luar lainnya yang pernah mendatanginya, pada kesempatan ini orang sentinel muncul dari hutan tanpa senjata dan dalam suasana hati yang tampaknya baik. Pandit mengatakan tentang pengalaman membingungkan itu seperti berikut:

Bahwa mereka secara sukarela maju untuk menemui kami, itu tidak dapat dipercaya. Mereka pasti sudah sampai pada keputusan bahwa waktunya telah tiba. Itu tidak mungkin terjadi secara mendadak. Ada perasaan sedih juga, aku merasakannya. Dan ada perasaan bahwa pada skala sejarah manusia yang lebih besar, orang-orang yang menahan diri, bertahan, akhirnya harus menyerah. Ini seperti sebuah era dalam sejarah yang hilang. Pulau-pulau telah pergi. Sampai beberapa hari yang lalu, orang-orang Sentinel memegang bendera, tidak dikenal oleh mereka sendiri. Mereka menjadi pahlawan. Tapi mereka juga sudah menyerah.
Pulau Misterius Dan Suku Primitif Yang Mematikan
Orang-orang sentinel dengan damai menerima kelapa yang ditawarkan kepada mereka

Namun anehnya, kemudian pada tahun yang sama, kru penyelamatan mendekati pulau tersebut untuk mencoba menyelamatkan sisa-sisa kapal MV Primrose dan beberapa kapal lain yang terjebak di terumbu karang yang telah dikuasai oleh orang-orang Sentinel selama bertahun-tahun, namun mereka dengan segera berbalik dibawah rentetan serangan anak panah, mendorong rombongan polisi kru untuk menembakkan tembakan peringatan ke udara untuk menakut-nakuti mereka.

Meski pada akhirnya para kru kemudian bisa mendapatkan apa yang mereka dapatkan,  namun mata mereka terus-menerus waspada memindai garis-garis pepohonan untuk melihat tanda-tanda aktivitas pribumi yang tidak bersahabat lagi.

Tampaknya kontak yang tidak menentu serta perdamaian yang dilakukan Pandit sebelumnya di tahun yang sama adalah sebuah kebetulan, dan Dr. Sita Venkateswar, seorang dosen antropologi sosial di Massey University, Selandia Baru, mengatakan tentang kesuksesan Pandit seperti berikut:

Itu sangat sementara. Ini menandai sebuah acara yang mengumpulkan banyak fotografi dan banyak media tapi sangat cepat bergeser. Itu tidak berarti bahwa apapun telah berubah. Itu tidak berarti bahwa orang India sekarang bisa dengan aman pergi ke sana. Lain kali ada yang mencoba pergi, mereka berbaris di sepanjang pantai dengan panah dan senjata mereka mengarah pada anda, dan itu masih berlanjut.

Pada bulan September 1991, pemerintah India mengambil tindakan untuk mengisolasi lebih jauh pulau tersebut dengan memperluas zona eksklusif sejauh 3 mil di sekitarnya, yang kemudian diperluas lagi pada tahun 1996, setelah keputusan untuk menghentikan semua upaya lebih lanjut untuk menghubungi suku tersebut.

Bagian dari Perlindungan Suku Aborigin Andaman dan Nikobar, zona pengecualian melarang kapal mendekati apapun di bawah perintah hukum, dan bukan untuk melindungi orang luar yang waspada begitu juga demi untuk melindungi pihak Sentinel dari orang luar.

Mengingat jumlah mereka diperkirakan berada di antara beberapa lusin sampai beberapa ratus paling banyak, dan bahwa mereka tidak memiliki kekebalan tubuh terhadap penyakit kita, membuat mereka rentan terhadap epidemi, dan sebagaimana fakta yang ada bahwa perikanan yang kaya di pulau itu menjadi daya tarik bagi operasi penangkapan ikan ilegal oleh para pemburu liar, dan dengan tambahan dari para turis yang merasa penasaran, orang-orang Sentinel dipandang dengan susah payah telah berada di ujung kepunahan. Stephen Corry, direktur Humanitarian group Survival International, mengatakan hal ini:

Yang paling baru yang dimasukkan ke dalam kepunahan adalah suku Bo, yang anggota terakhirnya meninggal empat tahun yang lalu. Satu-satunya cara pihak berwenang Andaman dapat mencegah kepunahan suku lainnya adalah memastikan Pulau Sentinel Utara dilindungi dari pihak luar.
Pulau Misterius Dan Suku Primitif Yang Mematikan
Suku sentinel agresif dilihat dari pesawat terbang

Keadaan Sentinel yang sudah rapuh kemudian dihadapkan pada peristiwa bencana yang berpotensi memusnahkan mereka saat gempa dan tsunami melanda Samudera Hindia tahun 2004 telah merobek wilayah tersebut, pulau Sentinel Utara secara langsung berada di jalur Tsunami.

Gempa dan tsunami telah membuat kerusakan besar di pulau itu, dengan lempeng tektonik yang berada di bawah telah mengangkat seluruh daratan dengan ketinggian 3 sampai 7 kaki hingga benar-benar keluar dari air, memperlihatkan terumbu karang, mengubah bentang alam, dan memperluas garis pantai pulau itu.

Hamparan hutan yang luas juga telah banyak lenyap oleh lautan yang mengamuk, dan diperkirakan tidak mungkin orang suku sentinel yang misterius ini bisa selamat dari pukulan air berdinding tersebut. Namun ketika sebuah helikopter Penjaga Pantai India terbang untuk mensurvei pulau itu, salah seorang anggota suku Sentinel bergegas keluar, terlihat sangat sehat dan sigap, untuk bersegera melawan dengan panah yang dipegangnya.

Tampaknya bukan hanya penduduk asli pulau itu masih bertahan, tapi mereka mungkin memiliki cara lama untuk tidak membutuhkan bantuan dari siapapun.

Sejak itu, ada pertemuan kekerasan lainnya dengan orang Sentinel, yang menunjukkan keberhasilan dalam mempertahankan jumlah mereka dan terlihat cukup sehat, dan berkembang. Pada tahun 2006, dua nelayan kepiting lumpur ilegal yang memancing di sepanjang terumbu karang di pulau itu hanyut terlalu dekat ke tepi pantai, dan tak lama kemudian mereka diserang dan dibunuh dengan kejam oleh orang-orang Sentinel.

Setelah serangan yang mengejutkan dan dipublikasikan ini, mayat-mayat itu tetap tergeletak begitu saja di pantai dan ada sedikit perdebatan mengenai apakah pihak berwenang akan masuk dan mengambilnya atau membiarkan mereka berada di tempat mereka terbaring.

Pada akhirnya, sebuah helikopter dikirim untuk berusaha mengambil jenazahnya, namun helikopter tersebut dikejar oleh penduduk asli yang agresif dengan tanpa henti menembaki anak panah. Kepala kepolisian Kepulauan Andaman, Dharmendra Kumar, mengatakan pada saat itu:

Suku-suku tersebut keluar dalam jumlah besar. Kami akan membiarkan suasana tenang dahulu, dan begitu suku-suku ini pindah ke ujung pulau yang lain kami akan menyelinap masuk dan mengambil mayat-mayat itu.
Suku Primitif sentinel
Seorang anggota suku Sentinelese membidik helikopter setelah terjadinya tsunami tahun 2004

Pemerintah India mengeluarkan kebijakan barunya, dan dengan meningkatnya tekanan dari para pemerhati lingkungan, mereka telah menerapkan pengetatan yang lebih ketat lagi di pulau ini serta kebijakan tanpa campur tangan yang komplit, meninggalkan semua rencana masa depan untuk mencoba membantu atau membuat kontak dengan penduduk pulau itu, dan membiarkan mereka tetap berada dalam dunia mereka sendiri yang tak tergantikan.

Meskipun demikian, ada beberapa orang lain yang telah mengusulkan bahwa satu-satunya cara untuk benar-benar menyelamatkan orang Sentinel dari kepunahan yang tak terelakkan dalam menghadapi peradaban dunia yang selalu mengenaskan di sekitarnya adalah untuk menjangkau dan mengajar serta memberi mereka apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup, seperti menjatuhkan obat-obatan atau persediaan penting lainnya dan mengajarkan mereka pertanian, memprakarsai mereka dan mengintegrasikannya dengan dunia modern dalam artian tertentu.

Namun, antropolog telah memperingatkan bahwa ini adalah ide yang buruk, Dr. Venkateswar memprediksi masa depan yang agak tidak menyenangkan melalui ide itu, dengan mengatakan:

Apa yang disebut buah dari peradaban ini? Dan tempat apa yang dimiliki kelompok suku dalam skema sesuatu? Mereka selalu berada di urutan paling bawah dari pecking order. Mereka selalu kehilangan interaksi. Mereka tidak terintegrasi dalam cara yang tercerahkan. Itu selalu sangat berlevel, hubungan yang tidak setara. Istilah wacana tidak pernah berada pada pijakan yang sama. Selalu ada yang memberi jalan ke sisi yang lain. Apa yang terjadi sebagai hasil kontak adalah adanya celah dalam struktur yang ada yang mendukung. Saat itu terbuka, celah itu mulai menyalurkan segala macam hal dan anda tidak dapat mengendalikan apa yang terjadi. Apa yang terjadi segera dengan kontak adalah penggunaan tembakau, penggunaan betel nuts, penyalahgunaan alkohol dan seks. Buah peradaban tidak pernah sampai pada mereka. Akan ada beberapa generasi menderita sebelum mereka bisa mendapatkan pijakan dalam buah peradaban dan menetapkan persyaratannya untuk diri mereka sendiri.

Saya rasa sungguh menakjubkan bahwa orang-orang ini telah berhasil bertahan begitu lama meski hanya terbatas di sepetak tanah kecil di tengah lautan yang telah lama terlupakan, dengan cara hidup seperti yang telah mereka lakukan sejak ribuan tahun yang lalu dan benar-benar terputus dari peradaban dan dunia pada umumnya.

Bagi mereka pulau ini adalah dunia mereka, alam semesta bagi mereka, satu-satunya kenyataan yang mereka ketahui. Dalam pengertian ini, mudah untuk membayangkan mengapa mereka memiliki perlawanan keras dan tegas terhadap orang luar.

Bagaimanapun, bagi mereka mungkin skenario tersebut serupa dengan kisah fiksi ilmiah dimana alien yang tiba-tiba turun dari langit untuk berhubungan dengan manusia. Menurut anda bagaimana reaksi kita secara realistis? Dengan tangan terbuka, ramah, atau ketakutan dan agresi? Selain itu, apa yang telah kita lakukan untuk mereka selain memberi "hadiah" yang tidak berguna, plus menembak dan menculik orang-orang mereka? Mungkin mereka pintar menjauhkan diri dari kita.

Dan untuk saat ini tampaknya kaum suku sentinel masih aman, sehat, dan masih bertahan terhadap segala upaya untuk mendekati mereka seperti biasanya. Tidak ada lagi upaya untuk mendekati mereka dan mereka telah ditinggalkan dalam damai untuk tinggal dalam pengasingan mereka yang jauh seperti biasanya, menyimpan misteri yang tak dapat ditembus. Berapa lama lagi yang akan bertahan, bagaimanapun juga masih tetap tidak jelas. Wassalamualaikum.